Indonesia sekelompok dengan Afganistan, Belarus, Kuba, India, Laos, Rusia, Somalia, Sudan dan Venezuela dalam hal melakukan pelanggaran terkait kebebasan beragama.
Demikian menurut sebuah laporan tahunan pemerintah AS yang akan dirilis Selasa (20/3/2012) ini tetapi telah diperoleh kantor berita The Associated Press (AP), Senin. Komisi Kebebasan Beragama Internasional AS (USCIRF) dalam laporan tahunannya itu mengelompokan Indonesia dan sembilan negara lainnya itu dalam daftar pengawasan yang butuh pemantauan seksama karena pemerintahnya melakukan atau membiarkan pelanggaran terkait kebebasan beragama.
Laporan itu juga menyebutkan, ada 16 negara lain yang dikategorikan sebagai negara-negara dengan perhatian khusus. Masuk dalam kelompok ini adalah dua sekutu AS, yaitu Turki dan Tajikistan, karena melakukan "keterbatasan sistematis dan mengerikan" terkait kebebasan beragama. Turki dan Tajikistan merupakan bagian dari total 16 negara yang didaftar oleh komisi itu sebagai negara dengan perhatian khusus.
Duta besar Turki untuk Washington, Mamik Tan, telah membantah penilaian komisi itu dan menyebutkan hal itu sebagai tidak bisa dibenarkan. "Setiap mata yang tidak bias akan segera menyadari bahwa Turki tidak harus masuk dalam laporan tahunan USCIRF itu," kata Tan kepada Associated Press.
Laporan tersebut menegecam Turki karena mengatur kelompok-kelompok non-Muslim dengan membatasi bagaimana mereka harus melatih para pemimpin agama mereka, menawarkan pendidikan dan menyita tempat ibadah.
Kongres AS mendirikan Komisi itu tahun 1998 untuk menyusun laporan-laporan yang dapat digunakan oleh presiden, menteri luar negeri, dan anggota parlemen negara itu.
Selain Turki dan Tajikistan, laporan itu juga mencantumkan Myanmar, Korea Utara, Mesir, Eritrea, Iran, Irak, Nigeria, Pakistan, China, Arab Saudi, Sudan, Turkmenistan, Uzbekistan dan Vietnam pada kategori yang sama.
Walau Komisi itu merekomendasikan tindakan apa yang pemerintah AS harus lakukan demi mendorong perbaikan dalam kebebasan beragama di berbagai negara, Departemen Luar Negeri AS biasanya mengerucutkan daftar itu menjadi kelompok yang lebih kecil yang harus mendapat perhatian khusus dalam laporan tahunannya sendiri tetang kebebasan beragama. Negara-negara itu kemudian dapat dikenakan sanksi.
Sebagai sekutu NATO, Turki terlihat mencolok di antara negara-negara lain yang disebut oleh komisi itu. Namun, laporan itu tampaknya bertentangan dengan penilaian Departemen Luar Negeri AS tentang Turki. Ketika departemen itu merilis laporannya tahun lalu, Menteri Luar Negeri AS Hillary Rodham Clinton memuji Turki karena mengambil "langkah-langkah serius untuk memperbaiki iklim toleransi beragama."
Sumber: chiliblub
0 komentar:
Posting Komentar